Hubungan
internasional Indonesia _ Singapura dalam bidang Ekonomi
Pada dasarnya kedua negara memiliki tingkat
komplementaritas ekonomi yang tinggi. Di satu sisi, Singapura mempunyai keunggulan
di sektor knowledge, networking, financial resources dan technological advance.
Sementara Indonesia memiliki sumber daya alam dan mineral yang melimpah serta
tersedianya tenaga kerja yang kompetitif.
Sebagai negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat terbatas dan sumber daya alamnya langka, Singapura sangat menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Oleh karena itu pula Singapura sangat berkepentingan terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah naungan WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya mengandalkan pada proses negosiasi multilateral, sejak 1999 Singapura telah mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral. Belakangan dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura semakin gencar menempuh langkah-langkah bilateral dan regional yang diyakini dapat mengakselerasi proses liberalisasi perdagangan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral Indonesia-Singapura memiliki fondasi yang sangat kuat yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua negara. Selain itu, untuk fondasi kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework yang kokoh dengan ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain:
* Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980);
* Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
* Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Propinsi Riau (28 Agustus 1990);
* Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005. Indonesia meratifikasi pada Februari 2006;
* Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ’s), 25 Juni 2006.
Pemberdayaan sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang ditandai dengan cukup tingginya kegiatan kunjungan antara para pelaku usaha kedua negara. Sebagai hasilnya, semakin meningkatnya transaksi perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai dengan data dari International Enterprise Singapore Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke-5 Singapura dengan total nilai perdagangan mencapai S$ 54 milyar (2005) yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun 2004 yang mencapai nilai S$ 30,1 milyar. Ekspor Indonesia ke Singapura mencapai S$ 16,4 milyar sementara impornya mencapai S$ 13,7 milyar.
Sebagai negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat terbatas dan sumber daya alamnya langka, Singapura sangat menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Oleh karena itu pula Singapura sangat berkepentingan terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah naungan WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya mengandalkan pada proses negosiasi multilateral, sejak 1999 Singapura telah mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral. Belakangan dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura semakin gencar menempuh langkah-langkah bilateral dan regional yang diyakini dapat mengakselerasi proses liberalisasi perdagangan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral Indonesia-Singapura memiliki fondasi yang sangat kuat yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua negara. Selain itu, untuk fondasi kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework yang kokoh dengan ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain:
* Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980);
* Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
* Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Propinsi Riau (28 Agustus 1990);
* Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005. Indonesia meratifikasi pada Februari 2006;
* Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ’s), 25 Juni 2006.
Pemberdayaan sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang ditandai dengan cukup tingginya kegiatan kunjungan antara para pelaku usaha kedua negara. Sebagai hasilnya, semakin meningkatnya transaksi perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai dengan data dari International Enterprise Singapore Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke-5 Singapura dengan total nilai perdagangan mencapai S$ 54 milyar (2005) yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun 2004 yang mencapai nilai S$ 30,1 milyar. Ekspor Indonesia ke Singapura mencapai S$ 16,4 milyar sementara impornya mencapai S$ 13,7 milyar.
Sumber :
http://indo-sing.dinogroups.com
Indonesia – China dalam
bidang Ekonomi
1. Hubungan bilateral RI-RRC dalam bidang ekonomi, perdagangan dan kerjasama teknik secara umum semakin meningkat, terlihat dari tingginya volume perdagangan timbal balik dan berbagai pertemuan yang dilakukan oleh pejabat terkait pemerintah maupun swasta kedua negara.
1. Hubungan bilateral RI-RRC dalam bidang ekonomi, perdagangan dan kerjasama teknik secara umum semakin meningkat, terlihat dari tingginya volume perdagangan timbal balik dan berbagai pertemuan yang dilakukan oleh pejabat terkait pemerintah maupun swasta kedua negara.
2. Tercatat kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM
Zhu Rongji ke Indonesia, 7-9 Nopember 2001 dan menghasilkan penandatanganan 5
persetujuan yaitu MoU Kerjasama Pertanian, Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai Pengaturan
Kunjungan Wisatawan RI – RRC, dan Persetujuan Pemberian Hibah sebesar 40 juta
Yuan. Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada bulan Maret 2002 telah
melakukan kunjungan balasan ke RRC dan menandatangani Exchange of Notes
mengenai pembukaan Konsulat Jenderal RI di RRC dan Konsulat Jenderal RRC di
Indonesia, Nota Kesepahaman mengenai bantuan hibah yang berkenaan dengan
kerjasama ekonomi dan teknik, MoU pembentukan Indonesia-China Energy Forum
mengenai kerjasama di sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam
Proyek Jembatan, Jalan Tol serta proyek infrastuktur lainnya.
3. Sementara pada tingkat pejabat tinggi, Menlu RRC, Tang Jiaxuan juga
telah mengadakan kunjungan ke Indonesia pada Mei 2002 dan pertemuan antara
Menlu RI dengan Menlu RRC yang baru, Li Zhaoxing telah berlangsung di sela-sela
ACD, di Chiang Mai, Juni 2003. Menlu RI, Dr. N. Hassan Wirajuda juga telah
mengadakan kunjungan ke RRC pada bulan April 2004 dalam rangka Komisi Bersama
tingkat Menlu.
4. Komoditi ekspor utama Indonesia ke China mencakup 131 jenis, 5 komoditi
utama adalah minyak bumi, kayu lapis, besi baja batangan, kertas dan kertas
karton, serta pupuk buatan. Sedangkan komoditi impor Indonesia dari China
mencakup 262 jenis dengan 5 komoditi utama berupa kapas, jagung, biji-biji buah
yang mengandung lemak, mesin produksi kulit dan tekstil, dan minyak mentah.
5. Neraca perdagangan antara China dan Indonesia selama ini selalu surplus
bagi Indonesia, baik untuk mata dagangan migas maupun non-migas, dimana pada
tahun 2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Surplus Indonesia pada bulan
Januari-November 2003 mencapai nilai US$ 1,29 milyar. Surplus perdaganan
non-migas bagi Indonesia mencapai nilai US$ 2.050,34 juta. Hal ini menandakan
bahwa produk non-migas Indonesia yang masuk pasar China tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan produk non-migas China yang masuk pasar Indonesia.
6. Dari sudut pandang perdagangan luar negeri China, saat ini Indonesia
merupakan negara tujuan ekspor urutan ke-17 dengan nilai US$ 3,59 milyar atau
1,01% dari total ekspor China yang mencapai nilai US$ 390,41 milyar, dan negara
asal impor urutan ke 16 dengan nilai US$ 5,24 milyar atau 1,41% dari total
impor China yang mencapai nilai US$ 370,76 milyar.
7. Dalam hubungan investasi langsung timbal balik RI-RRC, berdasarkan
sumber RRC terlihat investasi Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 nilai aktual investasi Indonesia di RRC
sebesar US$ 146,94 juta dengan 60 proyek, tahun 2001 nilai aktual investasi
meningkat menjadi US$ 159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai
aktual investasi mencapai US$ 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94
buah.
8. Menurut data BKPM, investasi RRC di Indonesia di luar sektor Migas,
Perbankan, Lembaga Non Bank, Asuransi dan Sewa Guna Usaha dalam tiga tahun
terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000, investasi RRC senilai US$ 153.9
juta dengan 43 proyek, pada tahun 2001, investasi RRC mengalami peningkatan
secara drastis dengan nilai US$ 6,054 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 34
buah. Peningkatan arus investasi RRC di Indonesia ini merupakan wujud nyata
dari kebijakan Pemerintah RRC yang kin mendorong perusahaannya untuk melakukan
investasi ke luar (going-out strategy/go to the world). Namun dalam tahun
berikutnya (2002), investasi RRC menurun, juga secara drastis menjadi SU$ 58,8
juta dengan 41 buah pryek karena kekhawatiran masalah keamanan di Indonesia.
9. Dalam bidang migas, Pemerintah Indonesia telah mendapatkan tender proyek
menyediaan LNG ke Propinsi Fujian dengan nilai tender US$ 8,5 billion pada
tahun 2002. Proyek ini akan mulai beroperasi pada 2006 dan akan menyuplai
gas ke RRC selama 25 tahun.
Kerjasama Indonesia – Australia
Dari hasil kerjasama dengan
Australia ini telah dicapai kesepakatan dan beberapa kerjasama yang cukup
menguntungkan kedua belah pihak terutama di sector peternakan.
Kerjasama bilateral Indonesia - Australia di bidang
Pertanian khususnya sector peternakan telah berlangsung dalam waktu yang lama.
Australia telah membantu Indonesia lebih dari 20 tahun untuk memberantas
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), dan kini Indonesia termasuk negara yang bebas
PMK dan diakui secara internasional. Australia juga telah membantu Indonesia
membangun Balai Penelitian Peternakan di Ciawi - Bogor.
Kerjasama di bidang pertanian antara Indonesia dan Australia
diwadahi dalam suatu Working Group yaitu WGAFC. Pada pelaksanaan Sidang
WGAFC XI di Melbourne, Ketua WGAFC Australia dipimpin Dr. Paul Morris, Executive
Manager of Market Access and Biosecurity-AFFA, sedangkan Ketua WGAFC XI
Indonesia adalah Dr. Delima Hasri Azahari. Struktur organisasi WGAFC
terdiri dari 4 Task Force yaitu (1) Task Force on Crops and Plant
Products, (2) Task Force on Agribusiness and Support System, (3) Task
Force on Livestock and Animal Products, (4) Quarantine Consultation.
Beberapa
kesepakatan dalam pertemuan WGAFC XI tanggal 3 – 5 Maret 2005 di Melbourne
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Investment opportunities in Indonesian Food
and Agriculture Sector
Bayiss
Associates Pty Ltd telah melakukan analisis dan menyampaikan informasi bahwa
beberapa sektor yang berpeluang dan perlu dilihat serta dipertimbangkan
oleh pengusaha-pengusaha Australia diantaranya dalam: pengolahan keju,
pengolahan sapi, pengembangan usaha roti, pengolahan dan pengepakan.
2. Post Tsunami Reconstruction
Australia
melalui ACIAR (Dr. John Skerritt) menginformasikan bahwa pemerintah Australia
telah memberikan bantuan kemanusiaan diantaranya : kesehatan dan sanitasi air;
koordinasi dan jasa pendukung; produk-produk makanan berkisar $ 33 juta.
Hal ini ditegaskan pula dalam pernyataan Perdana Menteri Howard, bantuan
Australia sebesar $ 1 milyar melalui Australia Indonesia Partnership for
Reconstruction and Development (AIPRD). Bantuan yang diberikan berupa
hibah sebesar $ 500 juta dan loan jangka panjang sebesar $ 500 juta. Fokus
bantuan dalam proyek pengembangan ekonomi dan sosial .
3. Task Force on Crops and
Plant Products:
1. Proyek
yang disepakati diantaranya adalah : the Efficiency of the Indonesian Vegetable
Supply Chain (pihak Indonesia mengharapkan pendanaan dapat diarahkan kepada
ACIAR, sementara pihak Australia masih melihat kemungkinannya dari
Victorian Government, ACIAR atau DAFF); Revitalisation of the potato seed
project (sumber pendanaan dari pemerintah Western Australia); New
project proposal for the cotton, mango, sugar and cashew nut industries
(akan didiskusikan lebih lanjut oleh kedua belah pihak melalui Ketua Task Force
masing-masing).
2. A
Fresh project proposal on a horticultural centre of information (akan
diperbaiki dan dikomunikasikan lebih lanjut oleh ketua TF masing-masing).
4. Task Force
on Agribusiness Support System:
Sebagai
follow-up dari kesepakatan Joint Meeting WGTII dan WGAFC telah dilakukan survey
dan penelitian oleh Bayiss Associates Pty Ltd Investment Opportunities in
the Indonesian Food and Agriculture Sector direncanakan akan
dipublikasikan, namun dalam pertemuan Task Force ini telah dibahas dan
diputuskan untuk lebih disempurnakan oleh DAFF dan akan dikomunikasikan antara
Ketua Task Force masing-masing.
5.
Task Force on Livestock and Animal Products
·
Disepakati pula untuk
mengkomunikasikan lebih lanjut dalam setahun ini dalam melaksanakan: pelatihan
bagi pegawai pemerintahan Indonesia dalam bidang management and business
planning; joint investasi dalam industri penyamakan kulit di Indonesia,
peluang investasi dalam industri susu di Indonesia, realisasi dari peluang
ekspor pakan ternak ke Australia dan kerjasama dengan Universitas Murdoch.
·
Isu pihak Indonesia tentang
memberikan batasan berat sapi hidup yang akan diekspor ke Indonesia guna
melindungi para peternak lokal, pihak Australia perlu klarifikasi lebih
lanjut.
6. Quarantine
Consultation
1. Australia
akan menyediakan overview untuk kegiatan-kegiatan dari capacity building,
termasuk SPS Capacity Building Program dan PRA workshops yang ditanggung DAFF.
Pihak Indonesia sangat mendukung pelaksanaan whokshop dimaksud dan akan lebih
bagus lagi PRA seminar akan dilaksanakan di Jakarta.
2. Isu-isu
yang diangkat dalam pertemuan Tripartite (Indonesia – Australia – PNG) dan
Bilateral (Indonesia – Australia) bidang Perkarantinaan dan Kesehatan Hewan dan
Tumbuhan, Pebruari 2005 di Canberra – Australia
3. Pembatasan
usia ekspor sapi hidup ke Indonesia, pihak Indonesia mengusulkan sebaiknya
mengadakan komunikasi yang intensif dengan institusi terkait dalam hal ini
Ditjen Peternakan.
4. Penyelundupan
Daging, disepakati kedua belah pihak bahwa untuk menanggulangi penyelundupan
daging ke Indonesia ini perlu lebih meningkatkan kerjasama melalui tukar
menukar informasi dalam pengiriman daging termasuk pengapalannya.
5. Kegiatan
survey-survey pest and disease, selama ini dilakukan oleh Northern Australia
Quarantine Strategy (NAQS) dari pihak Australia termasuk dalam penanganan
Avian Influenza (Flu Burung), pihak Indonesia mengusulkan agar kegiatan
tersebut juga mencakup penyakit mulut dan kuku di batas-batas wilayah.
6. Operasi
Perbatasan, disepakati antara pihak Indonesia, Australia, Papua New Guinea dan
Timor Leste untuk mendirikan Joint Study Team untuk meneliti infrastruktur dan
fasilitas karantina yang diperlukan di perbatasan Timor Leste dan Papua New
Guinea.
7. ISPM
15 (Pengemasan kayu), Indonesia telah memulai mengimplementasikan ISPM 15
(pengemasan kayu) dan berusaha menambah jumlah perusahaan yang memenuhi
syarat/berakreditasi dalam hal ini, sedangkan Australia memberikan pandangannya
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pengemasan kayu.
8. Bencana
Tsunami telah menghancurkan sejumlah fasilitas karantina dan laboratorium,
pihak Indonesia mengusulkan adanya bantuan pihak Australia pada area bencana
merupakan bagian dari usaha untuk pembangunan kembali NAD dan Sumut.
9. Pertemuan
ASEAN untuk Fruit Flies, Indonesia mengharapkan konfirmasi perkembangan
lebih lanjut terkait dengan fruit flies project. Pihak Australia bersedia akan
memberikan informasi project dimaksud.
Indonesia-Korut
Sepakat Tingkatkan Hubungan Bilateral
Selasa,
03 Agustus 2010 05:47 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesia dan Republik Demokratik
Rakyat Korea (Korea Utara) sepakat meningkatkan jalinan hubungan bilateral.
Untuk itu, kedua Menteri Luar Negeri (Marty Natalegawa dengan Menlu Korut, Pak
Ui Chun) di Jakarta, Senin (2/8).
Menlu kedua negara juga membahas masalah-masalah regional termasuk kerja sama di lingkungan ASEAN dan kawasan Asia Timur pada umumnya. Termasuk membahas masalah yang bersifat global termasuk situasi dan perkembangan di Semenanjung Korea.
"Kita berketetapan untuk berkonsentrasi penuh pada upaya-upaya pembangunan. Menlu Korut mengatakan negaranya sangat membutuhkan situasi yang damai dan kondusif," ujar Menlu Marty.
Terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi di kawasan, Indonesia maupun Korut sepakat bersama-sama menciptakan situasi yang kondusif bagi perdamaian dan keamanan di kawasan sehingga bisa memberikan perhatian yang lebih penuh di bidang pembangunan.
Dalam pertemuan itu Pak membantah keterlibatan negaranya dalam penenggelaman kapal perang Republik Korea (Korsel). Indonesia mengecam aksi penenggelaman kapal tersebut.
Poin penting lain pertemuan kedua menlu adalah kesediaan Korut kembali ke meja perundingan enam pihak (6 party ralks) asalkan ada posisi yang setara dengan pihak-pihak yang terlibat. Indonesia adalah satu dari segelintir negara di kawasan yang memiliki hubungan bilateral dengan Korea Utara.
Menlu kedua negara juga membahas masalah-masalah regional termasuk kerja sama di lingkungan ASEAN dan kawasan Asia Timur pada umumnya. Termasuk membahas masalah yang bersifat global termasuk situasi dan perkembangan di Semenanjung Korea.
"Kita berketetapan untuk berkonsentrasi penuh pada upaya-upaya pembangunan. Menlu Korut mengatakan negaranya sangat membutuhkan situasi yang damai dan kondusif," ujar Menlu Marty.
Terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi di kawasan, Indonesia maupun Korut sepakat bersama-sama menciptakan situasi yang kondusif bagi perdamaian dan keamanan di kawasan sehingga bisa memberikan perhatian yang lebih penuh di bidang pembangunan.
Dalam pertemuan itu Pak membantah keterlibatan negaranya dalam penenggelaman kapal perang Republik Korea (Korsel). Indonesia mengecam aksi penenggelaman kapal tersebut.
Poin penting lain pertemuan kedua menlu adalah kesediaan Korut kembali ke meja perundingan enam pihak (6 party ralks) asalkan ada posisi yang setara dengan pihak-pihak yang terlibat. Indonesia adalah satu dari segelintir negara di kawasan yang memiliki hubungan bilateral dengan Korea Utara.
Redaktur:
Arif Supriyono
Reporter:
Wulan Tunjung Palupi
Hubungan Internasional
Indonesia – Mesir dalam bidang Politik
Mesir merupakan
salah satu negara terkemuka dan pertama yang memberikan pengakuan terhadap
kemerdekaan Republik Indonesia pada 18 November 1946.Indonesia dan Mesir membuka hubungan diplomatik secara resmi pada tanggal 10 Juni 1947 melalui penandatanganan Perjanjian Persahabatan (Treaty of Friendship and Cordiality) kemudian dilanjutkan dengan pembukaan perwakilan RI di Cairo pada 1949.
Sejak menjalin hubungan diplomatik, kedua negara senantiasa menjaga hubungan yang baik dan erat secara politis. Hubungan yang baik dan akrab tersebut ditandai antara lain dengan intensitas kunjungan pejabat antara kedua negara, kesamaan pandangan dalam berbagai isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama, dan koordinasi serta saling dukung dalam pencalonan masing-masing di berbagai organisasi dan forum internasional.
Dalam hal pertukaran kunjungan antarpejabat, seluruh Presiden Indonesia, kecuali B.J. Habibie, pernah melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan kerja ke Mesir. Sepanjang 2009, terdapat sejumlah pejabat tinggi Indonesia yang berkunjung ke Mesir, antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud M.D.; Utusan Khusus Presiden RI, Sofyan Djalil; Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Abu Rizal Bakrie; Kepala Badan Standardisasi Nasional, Dr. Bambang Setiadi; Menlu RI, N. Hassan Wirajuda; Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah, Dr. Alwi Shihab; dan Wakil Menteri Perhubungan/Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian, Bambang Susantono.
Sementara itu, Presiden Hosni Mubarak terakhir kali berkunjung ke Indonesia pada tahun 1983. Adapun pejabat tinggi Mesir yang pernah berkunjung ke Indonesia antara lain Menteri Luar Negeri Mesir, Ahmed Aboul Gheit, dalam rangka menghadiri KTT Asia-Afrika dan peringatan Golden Jubilee KAA di Jakarta dan Bandung pada April 2005; dan Menteri Kerja Sama Internasional, Faiza Aboul Naga, dalam rangka Pertemuan Puncak D-8 di Bali pada Mei 2006 dan Sidang Komisi Bersama (SKB) V Indonesia-Mesir di Jakarta pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2009, pejabat tinggi Mesir yang berkunjung ke Indonesia adalah Asisten Menteri Luar Negeri Urusan Asia, Muhamed el-Zorkany, dalam rangkaian lawatannya ke beberapa negara Asia guna mendorong peningkatan hubungan Mesir dengan negara-negara di kawasan ini.
Untuk memperkuat hubungan di berbagai bidang, kedua negara telah menyepakati pembentukan forum Konsultasi Bilateral di tingkat Pejabat Senior Kementerian Luar Negeri masing-masing sejak tahun 2001 dengan ditandatanganinya MoU on Consultation. Pertemuan Konsultasi Bilateral telah dilaksanakan sebanyak empat kali, dua kali di Indonesia, (di Bali, 19-20 Juli 2004 dan di Jakarta, 14 Agustus 2006) dan dua kali di Mesir (di Cairo, 9-10 Mei 2005 dan 29 Oktober 2008). Melalui forum tersebut, kedua negara membahas berÂbagai isu hubungan dan kerja sama bilateral serta melakukan pertukaran pandangan tentang berbagai isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama.
Mengenai proses perdamaian di Timur Tengah, pada prinsipnya Indonesia memiliki posisi yang sama dengan Mesir tentang perlunya penyelesaian konflik Arab-Israel pada tiga jalur yang ada (Palestina-Israel, Libanon-Israel dan Suriah-Israel) sesuai dengan resolusi-resolusi PBB yang relevan dan kesepakatan-kesepakatan yang pernah dicapai oleh pihak-pihak yang bertikai. Dalam kaitan ini, Indonesia mendukung tuntutan penarikan diri Israel dari seluruh tanah Arab yang didudukinya pada perang tahun 1967. Indonesia juga mengakui peran penting dan strategis Mesir dalam proses perdamaian Timur Tengah, khususnya dalam penyelesaian masalah-masalah Palestina-Israel, terlebih mengingat bahwa secara geografis Mesir berbatasan langsung dengan sebagian wilayah Palestina, yakni Jalur Gaza. Selain itu, Indonesia mendukung berbagai upaya dan peran Mesir dalam penyelesaian masalah Palestina, termasuk upaya rekonsiliasi antarfaksi Palestina dan pemulihan kembali perundingan damai Palestina-Israel. Lebih dari sekadar dukungan, Indonesia berkomitmen untuk ikut berperan aktif dan berkontribusi secara komplementer terhadap berbagai upaya pemajuan proses perdamaian Timur Tengah, termasuk upaya yang dilakukan Mesir. (Deplu)
Hubungan Internasional Indonesia dan
Perancis
Setelah pada tahun 2005 Bapak Xavier Darcos, Menteri urusan
Kerjasama, Pembangunan dan Frankofoni ; Bapak Renaud Muselier, Menteri Muda
Luar Negeri ; dan Bapak François Loos, Menteri urusan perdangangan luar negeri
Perancis, melawat ke Indonesia, hubungan bilateral kedua negara semakin
dipererat pada tahun 2007, dengan kunjungan Ibu Rama Yade, Menteri Muda Luar
Negeri dan Hak Asasi Manusia ke Jakarta, dan terjalinnya kembali konsultasi
politik bilateral tahunan yang diikuti oleh para pejabat dari lingkungan
Kementerian Luar Negeri.
Selain bertemu di sela-sela pertemuan internasional (pada tahun 2008 dalam KTT G8 di Jepang dan KTT ASEM di Peking, dan pada bulan Januari 2011 di Davos), kedua kepala negara sempat saling bertukar pikiran secara mendalam pada kesempatan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Paris, tanggal 14 Desember 2009. Pernyataan bersama yang dikeluarkan seusai pertemuan tersebut menggarisbawahi keinginan bersama untuk meningkatkan hubungan bilateral menjadi kemitraan strategis dan memperdalam kerjasama kedua negara di segala bidang, yakni di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, akademik dan ilmiah, dan juga bekerja sama untuk menjawab berbagai tantangan besar di tingkat internasional.
Selain bertemu di sela-sela pertemuan internasional (pada tahun 2008 dalam KTT G8 di Jepang dan KTT ASEM di Peking, dan pada bulan Januari 2011 di Davos), kedua kepala negara sempat saling bertukar pikiran secara mendalam pada kesempatan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Paris, tanggal 14 Desember 2009. Pernyataan bersama yang dikeluarkan seusai pertemuan tersebut menggarisbawahi keinginan bersama untuk meningkatkan hubungan bilateral menjadi kemitraan strategis dan memperdalam kerjasama kedua negara di segala bidang, yakni di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, akademik dan ilmiah, dan juga bekerja sama untuk menjawab berbagai tantangan besar di tingkat internasional.
Kunjungan Perdana
Menteri Perancis, Bapak François Fillon, dari tanggal 30 Juni s.d. 2 Juli 2011,
telah memungkinkan peluncuran kemitraan strategis antara Perancis dan
Indonesia, yang langsung terealisasi melalui penandatanganan sejumlah
kesepakatan di bidang energi dan sumber daya mineral, pariwisata, museum,
akademik dan perhubungan (angkutan udara dan kereta api). Pada bulan Februari
2011, kunjungan Ibu Christine
Lagarde, Menteri Ekonomi, Keuangan dan Industri Perancis, yang
didampingi oleh Menteri Muda Perhubungan, Bapak Thierry Mariani, dan delegasi
yang beranggotakan sekitar empat puluh orang pebisnis Perancis dari sektor
penerbangan, luar angkasa, energi, konstruksi, pembangunan berkelanjutan, ke
Indonesia bertujuan untuk memperkuat dimensi
ekonomi hubungan kami. Hal ini bersandar pada kehadiran sekitar
seratus perusahaan Perancis, baik kelompok perusahaan besar maupun UKM, yang
beberapa di antaranya telah berada di Indonesia sejak lama, dan menyerap
sekitar 37.000 orang tenaga kerja. Pertukaran perdagangan kedua negara dengan
volume yang relatif stabil (2 miliar € di tahun 2008 dan 2009, 2,4 miliar € di
tahun 2010) meskipun masih rendah, menunjukkan ketidakseimbangan yang
menguntungkan pihak Indonesia (- 624 Juta € di tahun 2010). Pembukaan Misi
Ekonomi Ubifrance di Jakarta pada bulan September 2010 memperlihatkan keinginan
kami untuk mengembangkan pertukaran perdagangan dan penanaman modal.
Kunjungan anggota parlemen juga turut memberikan kontribusinya bagi dinamika hubungan bilateral Perancis-Indonesia. Delegasi kelompok persahabatan Perancis-Indonesia dari Majelis Nasional Perancis (Assemblée nationale) pada tahun 2009 dan dari Senat pada tahun 2010, yang masing-masing dipimpin oleh ketuanya, yakni Bapak Jean-Jacques Guillet dan Ibu Catherine Procaccia, melawat ke sejumlah Propinsi di Nusantara untuk bertukarpikiran dengan para pemimpin politik, pebisnis, wakil rakyat, dan warga Perancis yang menetap di Indonesia.
Kunjungan anggota parlemen juga turut memberikan kontribusinya bagi dinamika hubungan bilateral Perancis-Indonesia. Delegasi kelompok persahabatan Perancis-Indonesia dari Majelis Nasional Perancis (Assemblée nationale) pada tahun 2009 dan dari Senat pada tahun 2010, yang masing-masing dipimpin oleh ketuanya, yakni Bapak Jean-Jacques Guillet dan Ibu Catherine Procaccia, melawat ke sejumlah Propinsi di Nusantara untuk bertukarpikiran dengan para pemimpin politik, pebisnis, wakil rakyat, dan warga Perancis yang menetap di Indonesia.
Hubungan
Bilateral Indonesia - Suriname dalam bidang politik
Hubungan bilateral Indonesia - Suriname sudah dimulai sejak bulan
Agustus 1951, ketika Suriname masih berada dibawah pemerintahan penjajah
Belanda, dengan membuka kantor perwakilan pada tingkat Komisariat di
Paramaribo. Kantor komisariat tersebut sejak tahun 1958 - 1964 ditutup akibat
merenggangnya hubungan antara Indonesia dan Belanda. Pada tahun 1964 pemerintah
Indonesia membuka kembali perwakilannya di Suriname pada tingkat Konsulat
Jenderal. Hubungan Indonesia - Suriname meningkat sejak tahun 1975 setelah
Suriname memperoleh kemerdekaan dari Belanda, dengan pembukaan perwakilan R.I
pada tingkat Kedutaan Besar.
Hubungan baik ke dua negara ditandai dengan saling kunjung antara
ke dua pemimpin. Pada tanggal 11-14 Mei 1994, Presiden Suriname Ronald Venetiaan
melakukan kunjungan ke Indonesia dan Presiden Indonesia Soeharto melakukan
kunjungan balasan ke Suriname pada tahun 1995. Pada tanggal 14-17 Oktober 1997
Presiden Suriname Wijdenbosch berkunjung ke Indonesia atas undangan Presiden
Soeharto. Pada bulan Maret 2001, Menteri Sosial dan Kesejahteraan Rakyat
Suriname Paul Salam Somohardjo berkunjung ke Indonesia. Pada tanggal 13-15
November 2001 delegasi DPR-RI dipimpin Soetardjo Soerjoguritno mengadakan
kunjungan ke Suriname, dan pada bulan Agustus 2002 delegasi Parlemen Suriname
berkunjung ke Indonesia. Selain itu, Pemerintah Indonesia pernah menyumbang
dana untuk pemilu Suriname tahun 2000 sebesar US$ 20 ribu.
Kerjasama antara ke dua negara juga dipererat dengan
penyelenggaraan Sidang I Komisi Bersama (Joint Commission) Indonesia - Suriname
di Paramaribo tanggal 3-5 April 2003 dan Sidang II di Yogyakarta tanggal 22
November 2004. Komisi Bersama telah membahas berbagai bidang kerjasama yang
dapat memberi manfaat kepada ke dua belah pihak, diantaranya di bidang perdagangan
dan UKM (Usaha Kecil Menengah), investasi, pertanian, perikanan, komunikasi dan
informasi, sosial budaya, pendidikan, pemuda dan olah raga, serta pertahanan
dan keamanan. Sementara itu, penyelenggaraan Sidang III Komisi Bersama di
Paramaribo dilaksanakan pada tanggal 14-16 Mei 2007. Sidang IV akan diadakan di
Indonesia pada tahun 2009.
Dukungan Suriname dalam pencalonan Indonesia pada berbagai
keanggotaan organisasi internasional, antara lain :
1. Dr. Jannes
Hutagalung sebagai Presiden The International Fund for Agricultural Development
(IFAD) pada pemilihan yang diadakan pada sesi ke-28 Governing Council, tanggal
16-17 Februari 2005 di Roma, Italia.
2. Keanggotaan
Indonesia di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) pada SMU-PBB ke-58 di New
York.
3. Keanggotaan
Tidak Tetap Indonesia pada DK-PBB periode 2007-2008 pada SMU-PBB ke-61 tahun
2006.
4. Keanggotaan
Indonesia di Dewan HAM 2007-2010.
5. Keanggotaan
Indonesia di Dewan ICAO (International Civil Aviation Organization) Kategori
III 2007-2010 pada Sidang ke-36 Majelis ICAO 2007 di Montreal, Kanada,
September.
6. Pencalonan Dr.
Efransjah sebagai Direktur Eksekutif ITTO (International Tropical Timber
Organization) pada Sidang ke-42 ITTO di Port Moresby, 7-12 Mei 2007.
7. Keanggotaan
Indonesia pada Executive Board
WHO 2007-2010 pada Sidang ke-60 WHO di Jenewa, 14-23 Mei 2007.
8. Keanggotaan
Indonesia pada Dewan IMO (International Maritime Organization) Kategori C pada
Sidang ke-25 Majelis IMO di London, 19-30 November 2007.
Hubungan Bilateral Indonesia di
bidang Sosial budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar